MAKALAH TENTANG PEMBELAJARAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Diajukan untuk memenuhi tugas belajar dan pembelajaran
Disusun oleh :
Fahru Rozi A
Eka Setia
Zaenal Arifin
Aep
Yuli
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN ISLAM GARUT 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Salah satu di antara masalah besar dalam
bidang pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin
dari rendahnya rata-rata prestasi belajar. Masalah lain adalah bahwa pendekatan
dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru. Guru lebih banyak
menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik.
Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam
berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik
(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis.
Demikian juga proses pendidikan dalam
sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta
didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta
didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat
dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah
Mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral,
akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan hidup, persaingan
global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil.
Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah ini, kami memfokuskan pada beberapa
masalah dibawah ini :
1. Kurikulum dan Landasan Pengembangan Kurikulum
2. Komponene dan Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
3. Model-model Pengembangan Kurikulum
4. Guru dan Pengembangan Kurikulum
Tujuan
1. Mengenal pengertian kurikulum dan landasan-landasan
pengembangan kurikulum.
2. Mengkomunikasikan komponen-komponen kurikulum dan
prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
3. Mengenal berbagai pengembangan kurikulum.
4. Mengenal keterhubungan pembelajaran dengan pengembangan
kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum dan Landasan
Pengembangan kurikulum
1. Pengertian Kurikulum
Kata
“kurikulum” berasal dari kata bahasa Latin yang berarti “jalur pacu”, dan
secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti itu (ibarat jalan) bagi
kebanyakan orang (Zais, 1976:6). Lebih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai
pengertian kurikulum yakni: (1) kurikulum sebagai program belajar, (ii)
kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii) kurikulum sebagai pengalaman
belajar yang direncanakan, (iv) kurikulum sebagai pengalaman dibawah tanggung
jawab sekolah,(v) kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing, (vi)
kurikulum sebagai kehidupan terbimbing, (vii) kurikulum sebagi suatu rencana
pembelajaran, (viii) kurikulum sebagai sistem produksi secara teknologis, dan
(ix) kurikulum sebagai tujuan. Konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari: (i)
kurikulum sebagai jalan meraih ijazah, (ii) kurikulum sebagai mata dan isi
pelajaran, (iii) kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (iv)
kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v) kurikulum sebagai pengalaman belajar.
a.
Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah
.Seseorang yang telah menyelesaikan
satu jenjang pendidikan dalam kenyataannya telah melalui suatu jalur pacuan
yang terdri atas berbagai mata pelajaran.
b.
Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran
.Jalan meraih ijazah mengisyaratkan
adanya sejumlah mata pelajaran dan isi pelajaran yang harus diselesaikan oleh
siswa.
c.
Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran.
Kurikulum
didefinisikan sebagai satu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses
mengajar/belajar didalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau unversitas
dan para anggotanya stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles,
1989:7) mengungkapkan pula bahwa kurikulum sebagai satu rencana untuk
menyediakan seperagkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan belajar.
d. Kurikulum sebagai hasil belajar.
d. Kurikulum sebagai hasil belajar.
Semua
rencana hasil belajar (learning outcomes)
yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurkulum. Tanner dan Tanner
(1980:43) memandang kurikulum sebagai rekontruksi pengetahuan dan pengalaman,
yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah atau (universitas),
agar memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan pengalamannya.
Dengan demikian, belajar yang diharapkan.
e.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Kurikulum
yang diuraikan sebelumnya, dapalah kita menandai bahwa setiap orang yang
terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalaman
belajar.
2.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang
pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum
yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (a)
filosofis; (b) psikologis; (c) sosial-budaya; dan (d) ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut.
a.
Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam
pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita
dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum
yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di
bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat,
kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
·
Perenialisme lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
·
Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.
·
Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
·
Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta
didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
·
Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada
proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme,
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model
Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan
dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.
Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan
Model Kurikulum Interaksional.
b.
Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan
bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan
kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
c. Landasan
Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu
rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial
budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan
berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari
agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut
setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap
tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
d.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi
dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban
manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat
pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang
ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat
dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum
yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidak pastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat
mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.
e.
Landasan
Perkembangan Masyarakat
. Salah sau ciri dari masyarakat
adalah selalu berkembang. Mungkin pada masyarakat tertentu perkembangan sangat
lambat, tetapi masyarakat lainnya cepat bahkan sangat cepat (Nana Sy.
Sukmadinata, 1988 : 66). Proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat maka diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan
pengembangannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
B. Komponen dan
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
1. Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu
: tujuan; materi; strategi pembelajaran; organisasi kurikulum dan evaluasi.
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa
dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang
masing-masing komponen tersebut.
a. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia,
hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan
pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan
dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan
keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan
tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
b. Materi pembelajaran
Dalam menentukan
materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori
pendidikan dikembangkan. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara
logis dan sistematis, dalam bentuk :
Ø
Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
Ø
Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan,
merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
Ø
Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis,
pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
Ø
Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
Ø
Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang
harus dilakukan peserta didik.
Ø
Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri
dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
Ø
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam
materi.
Ø
Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas
suatu uraian atau pendapat.
Ø
Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata
dalam garis besarnya.
Ø
Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya
mencapai tujuan kurikulum.
c. Strategi pembelajaran
Teori pendidikan yang melandasi pengembangan
kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran,
hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi
pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam
pembelajaran adalah penguasaan informasi intelektual, maka strategi
pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan
tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat
informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek
yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
d. Organisasi kurikulum
Beragamnya pandangan
yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam
mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian
kurikulum, yaitu:
Ø Mata pelajaran
terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang
terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata
pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak
mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi
diberikan sama
Ø Mata pelajaran
berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan
sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan
pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami
pelajaran tertentu.
Ø Bidang studi (broad
field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata
pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan
(difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat
dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core
tersebut.
Ø Program yang berpusat
pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan
pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
Ø Inti Masalah (core
program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana
masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran
lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan
masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya
diberikan secara terintegrasi.
Ø Ecletic Program, yaitu suatu program
yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata
pelajaran dan peserta didik.
e. Evaluasi kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen
kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu
program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya
evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi
keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem
kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi
adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
2. Prinsip-prinsip
Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip yang
akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan
kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan
kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam
kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru.
Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan
sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum
yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak
sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam
hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip –
prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;
(2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan,
prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan
pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan
alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
a. Prinsip relevansi;
secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen
kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara
eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan
ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi
peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat
(relevansi sosilogis).
b. Prinsip fleksibilitas;
dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat
luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang
selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
c. Prinsip kontinuitas;
yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara
horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus
memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang
pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
d. Prinsip efisiensi;
yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan
waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat
sehingga hasilnya memadai.
e. Prinsip efektivitas;
yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa
kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
C. Model-model
Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui
dua pendekatan yaitu : pendekatan top-down the administrative model dan the
grass root model.
1. The Administrative Model
Model ini merupakan
model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan
kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan,
ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan
perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep
dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan
kurikulum. Selanjutnya administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan
guru-guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih
operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan
oleh Tim pengarah, seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional,
memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi, serta
menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru. Setelah Tim
Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah
serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.
Setelah mendapatkan
beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi
tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas,
maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan
monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu
dilakukan evaluasi.
2. The Grass Root Model
Model pengembangan ini
merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum,
bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model
pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan
pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass
roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat
desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang
guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun
seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan
lebih baik.
Hal itu didasarkan
atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna
dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh
karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Pengembangan kurikulum
yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk
bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat
digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass
rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem
pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih
mandiri dan kreatif.
Terkait dengan
pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung
dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan
efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya
manusia yang tersedia di sekolah.
D. Guru
dan Pengembangan kurikulum
1. Pembelajaran dan Kurikulum
Banyak ahli
mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum, tapi banyak
juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan kurikulum
sebagai aksi/kegiatan. Untuk memperjelas hubungan antara pembelajaran dan
kurikulum kita mulai dari melihat hakikat keduanya.
Hakikat pembelajaran :
·
Kegiatan
yang dimaksudkan untuk membelajarkan pebelajar.
·
Program
pembelajaran yang dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu sistem.
·
Kegiatan
yang dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar.
·
Kegiatan
yang mengarahkan pebelajar ke arah pencapaian tujuan pembelajaran.
·
Kegiatan
yang melibatkan komponen-komponen tujuan, isi pelajaran, sistem penyajian, dan
sistem evaluasi dan realisasi.
Hakikat kurikulum :
·
Kurikulum
sebagai jalan memperoleh ijazah.
·
Kurikulum
sebagai mata dan isi pelajaran.
·
Kurikulum
sebagai rencana kegiatan pembelajaran.
·
Kurikulum
sebagai hasil belajar.
·
Kurikulum
sebagai pengalaman belajar.
Dari mempertentangkan
dan membandingkan hakikat kurikulum dan pembelajaran, kita dapat menyimpulkan
bahwa pembelajaran dan kurikulum merupakan dua konsep yang tak terpisahkan satu
dengan yang lain.
2. Peran guru dalam pengembangan Kurikulum
berdasarkan kenyataan
bahwa guru tahu situasi dan kondisi serta bertanggung jawab atas tercapainya
hasil belajar, maka sudah sewajarnya guru berperan dalam pengembangan
kurikulum. Peran guru dalam pengembangan kurikulum dapat diwujudkan dalam
bentuk kegiatan-kegiatan berikut :
·
Merumuskan
tujuan khusus pengajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum di atasnya da
karakteristik pelajar, mata pelajaran/bidang studi, dan karakteristik situasi
kondisi sekolah/kelas.
·
Merencanakan
kegiatan pembelajaran yang dapat secara efektif membantu pebelajar mencapai
tujuan yang ditetapkan.
·
Menerapkan
rencana/program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran yang
nyata.
·
Mengevaluasi
hasil dan proses belajar pada pebelajar.
·
Mengevaluasi
interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan merupakan investasi sumber daya
manusia (SDA) jangka panjang yang mempunyai nilai yang tinggi bagi kelangsungan
peradaban manusia di dunia. Hampir semua negara di dunia menempatkan pendidikan
sebagai suatu yang penting dan utama dalam pembangunan bangsa dan negara.
Begitu pula Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan
utama, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mencapai ke arah itu, kurikulum dan peran guru sangat
menentukan keberhasilan pendidikan, karena kurikulum berjalan, sedangkan
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran.
Ada beberapa alasan yang menjadi pilihan dalam
upaya perbaikan kondisi pendidikan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di
tanah air, salah satunya adalah potensi siswa itu berbeda-beda dan potensi
tersebut akan berkembang jika stimulusnya tepat dan mutu hasil pendidikan yang
masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerja seni dan
olahraga serta life skill. Selain itu kurikulum harus mempunyai tujuan yang
ingin di capai baik yang bersifat kongkrit maupun abstrak dan berbagai
konsepsinya seperti yang disebutkan di atas, sehingga hakekat kurikulum sebagai
alat untuk mencapai tujuan pendidikan benar- benar terwujud.
Daftar pustaka :
Arikunto, Suharsimi.1990. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Davies, Ivor. K. 1987. Pengelolaan Belajar (Terjemahan Sudarsonon S, dkk). Jakarta: CV. Rajawali dan PAU-UT.
Davies, Ivor. K. 1987. Pengelolaan Belajar (Terjemahan Sudarsonon S, dkk). Jakarta: CV. Rajawali dan PAU-UT.
Depdikbud. 1986a. Kurikulum: Pedoman Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Depdikbud.
Indung, A. Saleh dkk. 1992. Evaluasi dan Penelitian Pendidikan. Malang: FIP-IKIP Malang.
Monks, F.J dkk. 1989. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Indung, A. Saleh dkk. 1992. Evaluasi dan Penelitian Pendidikan. Malang: FIP-IKIP Malang.
Monks, F.J dkk. 1989. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.