MAKALAH TENTANG PERKEMBANGAN MORAL DAN AGAMA PADA REMAJA
Diajukan untuk presentasi perkembangan
dan bimbingan peserta didik
Disusun oleh :
Fahru Rozi A
Anisa Asyfah
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN PERSATUAN ISLAM GARUT 2013
KATA PENGANTAR
Syukur Alkhamdulillah segala puji hanya milik
Allah SWT, Sholawat dan assalam kepada Rasullah Nabi Muhammad SAW. kami
bersyukur atas rahmat, berkah dan karunia Allah SWT sehingga kelompok kami
dapat menyelesaikan makalah mengenai Perkembangan Moral dan Agama Pada
Remaja Makalah
ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembangan dan
bimbingan peserta didik. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada pembaca serta menambah wawasan dan pengetahuan pembaca .
Dalam penulisan makalah ini tida sedikit hambatan yang dialami kami, namun
berkat usaha, tekat dan bantuan serta motivasi dari berbagai pihak maka
hambatan tersebut dapat diatasi. Rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya
saya sampaikan kepada Bapak Afip firmansyah. M.pd selaku dosen pengampu mata kuliah perkembangan
dan bimbingn peserta didik, atas segala
bimbingan dan arahan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
kami menyadari dalam pembuatan makalah ini
terdapat banyak kekurangan, sehingga kelompok kami mohon memohon maaf yang
sebesar besarnya.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah .................................................................................
B.
Rumusan masalah...........................................................................................
PEMBAHASAN
1)
Perkembangan moral remaja..........................................................................
2)
Perkembangan keagamaan remaja..................................................................
KESIMPULAN
DAFTER PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu
tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang
diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapam social tanpa terus dibimbing,diawasi didororng dan
diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja
merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan
matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan,
bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap
orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan
diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, maka masalah "Perkembangan Moral dan Keagamaan
Remaja" dapat dirumuskan sebagai berikut:
1).
Bagaimana perkembangan moral remaja?
2).
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
3).
Bagaimana pula perkembangan keagamaan remaja?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Moral Remaja
Istilah moral
berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1. Seruan untuk berbuat baik kepada orang
lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara
hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh,
meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat
dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja
diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke
dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah
pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang
sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah
meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja
yaitu:
1). Pandangan moral individu semakin lama
semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
2). Keyakinan moral lebih berpusat pada
apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan
moral yang dominant.
3). Penilaian moral menjadi semakin
kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode social dan kode
pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap
berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4). Penilaian moral menjadi kurang
egosentris.
5). Penilaian moral secara psikologis
menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan
menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa
remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut
tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu
mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan
mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia
dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan
mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut
Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional
harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri
sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin
bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya
perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota
kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan
standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman
terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas
didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan
yang bersifat pribadi.
Ada tiga
tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1).
Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2). Merumuskan konsep moral yang
baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3).
Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan
moral adalah salah satu topic tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu
mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat
mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima,
tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk
mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan
moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan
nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya
dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral).
Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu,
melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori
Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral,
teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga,
yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas
aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur
kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang
rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur
kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan
moral, yang benar-benar memperhitungkan "benar" atau
"salahnya" sesuatu.
Hal penting
lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan
tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap
perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap
dan bertanggung jawabdari perbuatan-perbuatannya.
B.
Perkembangan Keagamaan Remaja.
Latar
belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan
hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan
konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia.
Agama,
seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu
sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap danpraktek-praktek yang kita
anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari sudut
pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan
terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban
terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka
melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari sudut
pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki
hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang
bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan
orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Penemuan
lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan
kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi
kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal
tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan
praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943).
Bagi remaja,
agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaiman
dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka
moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama
dapat menstabilkan tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa dan
untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa
aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan
dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami
perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka
baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person
yang berada diawan, maka pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah
konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman
remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kognitifnya.
Oleh karena
itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua
mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam
perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan
kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.
Dalam suatu
studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama
anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget,
ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu
formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann pemahaman
agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan perubahan
perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991
(dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18
tahun makin meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan
konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Apa yang
dikemukakan tentang perkembangan dalam masa remaja ini hanya merupakan
cirri-ciri pokoknya saja.
James Fowler
(1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius.
Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada
masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas
keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung
jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan
semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Salah satu
area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah kegiatan seksual.
Walaupun keanakaragaman dan perubahan dalam pengajaran menyulitkan kita untuk
menentukan karakteristik doktrin keagamaan, tetapi sebagian besar agama tidak
mendukung seks pranikah.
Oleh karena
itu, tingkat keterlibatan remaja dalam organisai keagamaan mungkin lebih
penting dari pada sekedar keanggotaan mereka dalam menentukan sikap dan tingkah
laku seks pranikah mereka. Remaja yang sering menghadiri ibadat keagamaan dapat
mendengarkan pesan-pesan untuk menjauhkan diri dari seks.
Remaja masa
kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam
kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan dengan membahas masalah
agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan tinggi,
mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara agama.
Sejalan
dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan,
yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan
volisional (konatif) mengalami perkembangan.
Para ahli
umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis
besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga
tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Adapun
penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1). Masa
awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai
berikut:
a) Sikap
negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya
yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura)
yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
b) Pandangan
dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar
berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau
bertentangan satu sama lain.
c)
Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic(diliputi kewas-wasan) sehingga banyak
yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya
dengan kepatuhan.
2).
Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal
berikut ini:
a) Sikap kembali, pada umumnya, kearah
positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi
pegangan hidupnya menjelanh dewasa.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanan
dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
c) Penghayatan rohaniahnya kembali
tenanh setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan
antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik
shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham
dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan
yang hidup didunia ini.
Menurut
Wagner (1970) banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari
rangsangan emosial dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama
berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya secara begitu
saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis,
melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan
keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka
sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Seseorang
dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompoknya.
Ada tiga
tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti
konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru
dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3. Melakukan
pengendalian terhadap perilaku sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Santrock,
John W. 2003. Adolescence 6th Edition. Jakarta : PT. Gelora
Aksara Pratama
·
Desmita.
2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya